Sabtu, 17 November 2012

Dan BULAN pun TERSENYUM


Dan BULAN pun TERSENYUM

Oleh : nisa_naz

 “Assalamualaikum. Ukhti bisakah keluar sebentar? Lihatlah langit, ada bulan sabit dengan dua bintang diatasnya. Subhanallah, indah sekali.”
Sms yang cukup panjang itu mampir di HP Annisa, beberapa waktu yang lalu. Annisa pun keluar rumah dan melihat langit. Benar, malam itu ada pemandangan langka. Bulan sabit tersenyum dengan berhiaskan dua bintang tepat diatasnya. Annisa lalu membalas sms Salma, sahabatnya, ”Iya Ukh, subhanallah, indah sekali. Syukron!”

 Ayat-ayat Allah subhanahu wata’ala di alam ini, kalau kita resapi keindahannya memang seringkali menggetarkan jiwa. Adakalanya kita menjadi sangat kecil di hadapanNya. Bulan sabit yang tersenyum atau purnama yang bersinar menerangi alam, pesona mentari yang baru terbit atau tenggelam, ombak di lautan yang selalu menggetarkan, juga gunung berapi yang kokoh menjulang, sementara aktivitas vulkanik di dalamnya terus menggelegak. Dan nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

 Hanya kalimat subhanallah, wallahu akbar (Maha Suci Allahdan Allah Maha Besar) yang pantas terucap saat kita terkagum-kagum menyaksikan pesona alam atau ayat-ayat qauniyah Allah Ta’ala itu.
Annisa jadi teringat pengalamannya saat bersama keluarganya berkunjung ke lereng gunung Merapi beberapa waktu setelah gunung itu meletus. Saat itu ia hanya berada beberapa meter di bawah puncak gunung berapi teraktif di dunia itu. Puncak gunung yang kroak (seperti ada lekukan kawahnya) itu sudah tidak lagi mengeluarkan lava pijar. Tinggal pasir dan bebatuan yang tidak panas lagi, yang menjadi saksi peristiwa itu.

Ya, beberapa waktu yang lalu… gunung tampak tenang itu telah memuntahkan lahar, pasir, bebatuan dan awan panas! Hampir semua yang dilewatinya tidak bisa selamat. Rumah-rumah roboh, pepohonan tumbang, dan manusia serta hewan banyak yang kehilangan nyawa… Mereka semua terpanggang lahar yang berpijar atau terjebak wedhus gembel (awan panas) yang bisa membuat kuliat kulit terkelupas dan mematikan. Mata Annisa saat itu terpaku pada sebuah bunker (tempat berlindung di bawah tanah) yang tepat berada di hadapannya. Ia baca di koran, di bunker itu… beberapa nyawa yang ingin berlindung dari amukan Merapi kala itu, tewas terpanggang. Innalillahi wa inna ilaihi raaji’uun…

Siapa pun memang tak bisa menghindar, bila waktu yang telah ditentukan itu datang. Maut, setiap kita tak pernah tahu kapan ia akan menjemput. Sudahkah kita mensyukuri segala nikmatNya yang tak terhitung sebelum malaikat maut menghampiri kita?


Sumber : Majalah Elfata edisi 02 vol 09

Tidak ada komentar:

Posting Komentar